I Ketut Mario diperkirakan lahir
di Desa Belaluan, Denpasar, dan besar hingga dewasa di Banjar Lebah, Tabanan. Seorang
bangsawan bernama Anak Agung Ngurah Made Kaleran yang sangat suka seni dan memberi
perhatian serta dukungan kepada seniman-seniman dianggap sebagai bapak angkat oleh Mario.
Mario pertama kali menjadi penari
untuk kelompok Gong Pangkung di Tabanan. Tahun 1958 dia dan kelompok gong itu melawat
ke Paris, Belanda, Amerika dan Kanada, dan di tahun 1962 mereka berkeliling Amerika.
Mario tidak hanya seorang penari,
ia juga seorang pencipta tari. Kreasinya, Kebyar Duduk, atau jika ditarikan
dengan trompong menjadi Kebyar Trompong, membawa revolusi dalam tarian
Bali. Kreasi ini sangat kontras dengan tarian-tarian lain pada saat itu, dimana sebagian
besar dari tarian ini ditarikan dalam posisi setengah duduk. Kelahiran Kebyar Duduk di
tahun 1925 mendapat pengaruh besar dari gamelan gong kebyar yang dimainkan oleh kelompok
gong dari Desa Bantiran yang dengan tidak sengaja didengar oleh Mario. Kreasi Mario
lainnya adalah Oleg Tamulilingan yangn dia buat di tahun 1952. Tarian ini juga
memberi sumbangan untuk perkembangan tari Bali.
NI KETUT RENENG (1916-1993)
"Aku merasa Tuhan duduk di dalam
pikiran di keningku. Kemudian aku tidak merasakan apapun. Aku hanya bergerak. Badanku
menjadi ringan seperti bulu burung. Aku merasa demikian cantik dan penonton
terpesona."
Lahir di Kedaton, Denpasar,
Ni Reneng mengabdikan dirinya di Geria Punia, kediaman seorang pendeta. Di sana dia
mempelajari beberapa keahlian seperti bagaimana menjadi seorang pembantu yang baik,
bagaimana membuat sesaji, menari, dan main gamelan. Keahlian ini kemudian berguna ketika
dia menari di pura.
Ni Reneng mulai belajar menari
ketika ia berumur enam tahun. Gurunya yang pertama di Geria Punia adalah Ida Pedanda
Kerta, seorang yang sangat ketat dan disiplin. Segera setelah ia melihat bakat yang begitu
besar di dalam diri Ni Reneng ia memanggil tiga akhli tari untuk mengajar Ni Reneng tari Gambuh,
salah satu tarian klasik yang dulu hanya ditarikan untuk upacara di pura. Ni Reneng
masih ingat tentang tiga orang guru ini, mereka bahkan lebih ketat dibandingkan dengan Ida
Pedanda Kerta. Menginjak usia sebelas tahun Ni Reneng sudah menjadi seorang penari yang
mengagumkan hingga membuat kelompok legong Banjar Kedaton menjadi terkenal. Dia sangat piawai
menarikan tarian klasik pelegongan seperti Legong Playon, Lasem, Kuntir,
Kuntul, Bapang, Jobog, Guak Macok, Condong, dan Legod Bawa. Sejak saat itu
dia diijinkan untuk menari di pura.
Didikan yang ketat dari
guru-gurunya membuat Ni Reneng menjadi seorang seniman sejati. Dia ternama karena
kecantikannya, keahliannya menari, dan juga integritasnya. Tak henti-hentinya dia
memikirkan kelangsungan hidup dari tari-tarian klasik yang dikuasainya. Kebanyakan dari
murid-muridnya adalah orang asing dan mereka benar-benar rajin. Ni Reneng khawatir suatu
saat nanti di masa yang akan datang orang Bali justru akan belajar tarian Bali klasik di
luar negeri. Belakangan banyak muncul penari-penari baru, tetapi hanya sedikit dari mereka
yang menghidupkan seni sebagai pengabdian untuk masyarakat. Pariwisata menjadi tujuan
utama, bukannya menari di pura.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar